Tata kelola perusahaan tambang nikel di Indonesia diatur oleh perundang-undangan pertambangan mineral dan batu bara (Minerba) yang terus berubah, dengan tujuan hilirisasi untuk industri baterai kendaraan listrik (EV) dan pemurnian, serta mengedepankan prinsip keberlanjutan, transparansi, akuntabilitas, dan tanggung jawab lingkungan serta sosial. Tantangannya meliputi keselarasan regulasi, dominasi perusahaan asing (terutama Tiongkok) pada kapasitas pengolahan, dan isu-isu sosial seperti kesejahteraan masyarakat adat dan dampak lingkungan.

Tata Kelola Perusahaan
- Regulasi dan Kebijakan Perundang-undangan Pertambangan:Tata kelola diatur oleh UU Minerba yang mengalami beberapa perubahan dan reformasi seiring waktu, termasuk kebijakan hilirisasi nikel yang kini berfokus pada produksi untuk EV dan industri hilir lainnya.
- Mekanisme Perizinan:Perubahan undang-undang juga membawa perubahan dalam mekanisme perizinan, sehingga diperlukan harmonisasi antar peraturan untuk menciptakan kejelasan.
- Tujuan dan Fokus Industri
- Hilirisasi Nikel:Pemerintah Indonesia mendorong hilirisasi nikel untuk meningkatkan nilai tambah mineral ini melalui pengembangan industri smelter dan produksi bahan baku untuk industri baterai EV.
- Industri Maju:Selain untuk baterai EV, nikel juga diproduksi untuk industri besi dan baja, dengan fokus pada pengembangan teknologi pengolahan yang lebih maju seperti High-Pressure Acid Leaching (HPAL).
- Aspek Keberlanjutan dan Tanggung Jawab Penguatan Regulasi : Diperlukan penguatan kerangka regulasi dan penegakan hukum untuk memastikan tata kelola yang bertanggung jawab. Transparansi dan Akuntabilitas : Peningkatan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan industri nikel merupakan hal penting untuk memenuhi ekspektasi standar global. Peran Sosial dan Lingkungan:Perusahaan tambang dituntut untuk meningkatkan pengelolaan aspek sosial dan lingkungan, termasuk hak masyarakat adat dan kesejahteraan komunitas sekitar, serta meminimalkan dampak negatif terhadap lingkungan.